PUSAT MEUBLE

SELAMAT DATANG DI BLOG KAMI
http://Myunusblogspotcom

Jumat, 11 Januari 2013

SKRIPSI HUKUM

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pembangunan yang sedang kita lakukan dewasa ini adalah suatu rangkaian dari kegiatan pembangunan yang terdahulu, bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berkedaulatan rakyat dalam suasana prikehidupan yang aman, tentram, tertib dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.
Titik berat pembangunan diletakkan pada bidang ekonomi yang merupakan penggerak utama pembangunan seiring dengan kualitas Sumber Daya Alam dan didorong secara saling memperkuat , saling terkait dan terpadu dengan pembangunan bidang-bidang lainnya yang dilaksanakan selaras, serasi, dan seirama guna keberhasilan pembangunan dibidang ekonomi dalam rangka mencapai tujuan sasaran pembangunan nasional.
Dalam pelaksanaan pembangunan segenap kemampuan modal dan potensi dalam negeri dimanfaatkan dengan disertai pelaksanaan serta langkah-langkah didalam membantu, membimbing, dan meningkatkan kemampuan yang lebih besar bagi golongan ekonomi lemah untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan, sehingga dapat berdiri sendiri dengan meningkatkan kegiatan agar mampu memainkan peranan yang sesungguhnya dalam tata ekonomi Indonesia agar tercapai kesejahteraan masyarakat.
Pemerintah dalam usahanya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat merata, maka didirikan lembaga perkreditan baik perkreditan perbankkan maupun non perbankkan. Lembaga tersebut diharapkan dapat memberikan kredit dengan syarat-syarat tidak memberatkan masyarakat dengan jaminan ringan kepada masyarakat luas, khususnya golongan ekonomi lemah kebawah yang banyak menginginkan kredit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sedangkan golongan ekonomi menengah keatas dapat dipergunakan untuk menambah modal usaha. Salah satu lembaga perkreditan non perbankkan yang dapat melayani masyarakat untuk mensdapatkan kredit dengan mudah yaitu Perusahaan Umum Pegadaian.
Perusahaan Umum Pegadaian merupakan lembaga perkreditan yang dikelola oleh pemerintah yang kegiatan utamanya melaksanakan penyaluran pinjaman/kredit atas dasar hukum gadai. Penyaluran uang pinjaman tersebut dilakukan dengan cara yang mudah, cepat, aman, dan hemat sehingga tidak memberatkan bagi masyarakat yang melakukan pinjaman dipegadaian. Hal tersebut sesuai dengan motto yang digunakan pegadaian yaitu “ mengatasi masalah tanpa masalah”, pada kenyataannya perum pegadaian merupakan lembaga perkreditan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat khususnya golongan ekonomi menengah kebawah. Kelebihan perusahaan gadai ini bagi masyarakat yang meminjam kredit adalah pihak yang berkepentingan yang tidak tidak perlu menjual barang-barangnya, melainkan hanya menjadi jaminan pengajuan kredit di Perusahaan Umum Pegadaian.
Berdasarkan kenyataan di atas, maka peran Perum pegadaian sebagai lembaga pembiayaan dalam era sekarang dan masa akan datang tetap penting untuk mewujudkan pemberdayaan ekonomi rakyat baik dikota maupun di pedesaan. pengalamnnya bergelut dengan masyarakat kecil sejak beberapa tahun yang lalu menjadikan sangat akrab dalam menggalang ekonomi kerakyatan. Masyarakat kecil umumnya masih terbelakang dan dalam kondisi seperti ini peranan pegadaian sebagai jaring pengaman sosial bagi masyarakat kecil semakin penting untuk menyediakan kredit skala kecil, cepat, bunga ringan dan tidak berbelit.
Selain itu, perum pegadaian juga mempunyai beberapa program, seiring dengan perkembangan pertumbuhan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, salah satu dari program yang di bentuk oleh perum pegadaian adalah   tentang jasa titipan. Pelayanan jasa titipan merupakan alternatif usaha yang ditinjau dari segi komersil dan lingkup usaha perusahaan yang masih relevan serta akan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.
Sesuai dengan keputusan direksi No.SP 2/2/24 tanggal 16 September 1993 Pasal 1 huruf (a), jasa titipan adalah suatu bentuk layanan penyimpanan brang sebagai titipan sementara di cabang perum pegadaian, sedangkan menurut definisi Pasal 1699 BW bahwa penitipan adalah terjadi apabila seseorang menerima suatu barang dari orang lain, dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya. 
Untuk pelayanan jasa titipan, dikenakan tarif yang besarnya ditentukan dengan surat edaran yang dikeluarkan oleh perum pegadaian. Obyek pelayanan jasa titipan oleh perum pegadaian ini adalah,semua barang yang dapat dijaminkan (digadaikan) dan barang-barang yang memiliki nilai beli tinggi.
Semua barang yang dititipkan dapat diterima tanpa disertai dengan bukti kepemilikan. Dalam pelayanan jasa titipan oleh perum pegadaian, secara organisatoris usaha jasa titipan tidak mengubah organisasi yang ada. Kegiatan usaha jasa titipan ini, merupakan tanggung jawab kepala cabang perum pegadaian, dimana berlangsungnya jasa titipan tersebut dipertanggungjawabkan sesuai dengan struktur organisasi perusahaan yang berlaku. Kepala cabang menunjuk pegawai tertentu untuk merangkap penyelenggaraan usaha jasa titipan.
Perjanjian dalam jasa titipan merupakan suatu perjanjian rill yang berarti bahwa, perjanjian itu baru terjadi dengan dilakukannya suatu usaha perbuatan nyata,yaitu diserahkannya barang yang dititipkan.
Melalui penulisan ini peneliti tertarik untuk mengangkat hal-hal yang berkaitan dengan Tinjauan Yuridis Hubungan Hukum Antara Perum Pegadaian Dengan Nasabah Dalam Kegiatan Jasa Titipan ( Studi di Perum Pegadaian Gunungsari).


B.    Permasalahan
1.    Bagaimanakah prosedur pelaksanaan jasa titipan barang pada Perum Pegadaian di Gunungsari?
2.    Apa sajakah yang menjadi sebab para pihak melakukan wanprestasi?
3.    Bagaimana penyelesaiannya jika terjadi wanprestasi?
C.    Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.    Tujuan Penelitian
a.    Untuk mengetahui prosedur pelaksanaan jasa titipan barang pada Perum Pegadaian di Gunungsari.
b.    Untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya wanprestasi dalam penitipan barang di Perum Pegadaian Gunungsari.
c.    Untuk mengetahui cara penyelesaian bila terjadi wanprestasi.
2.    Manfaat Penelitian
a.    Manfaat teoritis
Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan khususnya bidang hukum perjanjian.
b.    Manfaat praktis
1)    Memberikan masukan pada institusi atau Perusahaan Umum Pegadian dalam mengambil kebijakan untuk meningkatkan dan mengembangkan kiprah institusi dan perusahaan.
2)     Meningkatkan pengetahuan masyarakat khususnya nasabah tentang masalah-masalah yang terkait dengan jasa titipan yang ada di perum pegadaian.

D.    Ruang Lingkup Penelitian
Setiap penelitian baik yang dilakukan oleh perorangan maupun suatu badan usaha tidak mungkin akan meneliti seluruh masalah yang ada dalam bidang permasalahan. Oleh sebab itu, peneliti akan membatasi terhadap suatu masalah tertentu saja yang berhubungan erat dengan judul penelitian dengan demikian masalah atau objek penelitian tidak  terlalu luas guna menghindari kekaburan terhadap suatu permasalahn.    
Adapun ruang lingkup ini hanya membatasi tentang bagaimana prosedur pelaksanaan jasa titipan barang pada Perum Pegadaian sebab-sebab para pihak wanprestasi dan penyelesaiannya.







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Tinjauan Tentang Perum Pegadaian
1.    Perum Pegadaian
Salah satu lembaga perkreditan non perbankan yang dapat melayani masyarakat untuk mendapatkan kredit dengan mudah yaitu perusahaan umum pegadaian.
Perum pegadaian merupakan lembaga perkreditan yang dikelola oleh pemerintah yang kegiatan utamanya melaksanakan penyaluran pinjaman/kredit atas dasar hukum gadai. Penyaluran uang pinjaman tersebut dilakukan dengan cara yang mudah, cepat, aman, dan hemat sehingga tidak memberatkan bagi masyarakat yang melakukan pinjaman dipegadaian. Hal tersebut sesuai dengan motto yang digunakan pegadaian yaitu “mengatasi masalah tanpa masalah”, pada kenyataannya perum pegadaian merupakan lembaga perkreditan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat khususnya golongan ekonomi menengah kebawah. Kelebihan perusahaan gadai ini bagi masyarakat yang meminjam kredit adalah pihak yang berkepentingan yang tidak perlu menjual barang-barangnya, melainkan hanya menjadi jaminan pengajuan kredit di Perusahaan Umum Pegadaian.
Berdasarkan kenyataan di atas, maka peran pegadaian sebagai lembaga pembiayaan dalam era sekarang dan masa akan datang tetap penting untuk mewujudkan pemberdayaan ekonomi rakyat baik dikota maupun di pedesaan . Pengalamnnya bergelut dengan masyarakat kecil sejak beberapa tahun yang lalu menjadikan sangat akrab dalam menggalang ekonomi kerakyatan. Masyarakat kecil umumnya masih terbelakang dan dalam kondisi seperti ini peranan pegadaian sebagai jaring pengaman sosial bagi masyarakat kecil semakin penting untuk menyediakan kredit skala kecil, cepat, bunga ringan dan tidak berbelit. Adapun tujuan pegadaian adalah untuk memberikan jaminan bagi pemegang gadai bahwa dikemudian hari piutangnya pasti dibayar dari nilai jaminan .
Pegadaian juga turut melaksanakan dan mendukung kebijakan program pemerintah dibidang ekonomi dan pembangunan nasional yaitu dengan menyalurkan kredit kepada masyarakat dengan jaminan benda-benda bergerak tersebut harus mempunyai nilai yang sama dengan uang yang dipinjam oleh orang bersangkutan, maka benda ini dapat dijadikan sebagai jaminan dari hutang tersebut .
Jadi pada dasarnya gadai diberikan untuk menjamin suatu tagihan /kredit, memang kredit diberikan terutama atas dasar integritas /kepribadian debitur, kepribadian yang menimbulkan rasa percaya pada diri kreditur bahwa debitur akan memenuhi kewajiban pelunasannya dengan baik. 

2.    Bentuk Badan Hukum Perum Pegadaian
Dilihat dari fungsi dan kegiatan usahanya, pegadaian merupakan salah satu lembaga keuangan bukan bank yang fokus kegiatannya adalah memberikan pembiayaan. Ada 2 hal yang membuat pegadaian menjadi suatu bentuk usaha lembaga keuangan bukan bank yaitu :
a. Tarnsaksi pembiayaan yang diberikan oleh pegadaian mirip dengan pinjaman melalui kredit bank, namun diatur secara terpisah atas dasar hukum gadai dan bukan dengan peraturan mengenai pinjam meminjam biasa.
b. Usaha pegadaian di Indonesia secara legal dimonopoli oleh satu badan usaha saja yaitu perum pegadaian.
Peraturan-peraturan mengenai perum pegadaian pertama kali diadakan pada tanggal 12 Maret 1901 dengan Stb No. 131 Tahun 1901, berturut-turut diadakan dalam Stb  No 490 Tahun 1905, Stb No. 64 Tahun 1928, Stb No. 81 Tahun 1928, Stb No. 266 Tahun 1930 lembaga ini mendapat status sebagai Jawatan , PP No. 178 Tahun 1961 Jawatan Pegadaian menjadi Perum Perusahaan Negara Kepres No. 180 Tahun 1965 , PP No. 7 Tahun 1969, PP No. 10 Tahun 1990 Pegadaian di ubah menjadi Perusahaan Umum (Perum), PP No. 13 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum).
    Perum Pegadaian bertugas memberikan kredit secara hukum gadai dan masyarakat yang membutuhkan dana pinjaman diwajibkan menyerahkan harta gerak kepada kantor cabang pegadaian disertai pemberian hak untuk melakukan penjualan lelang bila setelah waktu perjanjian kredit habis nasabah tidak menebus barang tersebut.
Apabila jangka waktu yang telah ditentukan atau hari jatuh tempo tiba, dan setelah dilakukan peringatan-peringatan beberapa kali tetapi nasabah tidak memenuhi paeringatan tersebut, tidak menebus atau memperpanjang barang jaminannya, maka pihak kreditur (perum pegadaian) berhak menjual/melelang barang jaminan debitur (nasabah) tanpa melalui Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) maupun pengadilan. Menurut Pasal  1155 KUH Perdata ayat 1 menyebutkan bahwa :
“ Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lian, maka si berpiutang adalah berhak jika si berhutang atau si pemberi gadai bercidera janji, setelah tenggang waktu yang telah ditentukan lampau, atau tidak telah ditentukan suatu tenggang waktu, setelah dilakukan peringatan untuk membaya, menyuruh menjual barang gadai dimuka umum menurut kebiasaan setempat dan menurut syarat-syarat yang lazim berlaku, dengan maksud untuk mengambil pelunasan piutangnya beserta bunga dan pendapatn dari penjualan tersebut”.

Berdasarkan ketentuan Pasal  di atas, Perum Pegadaian berhak menjual sendiri benda gadai dalam hal si pemberi gadai ingkar janji. Dari hasil penjulan barang jaminan tersebut, perum pegadaian mengambil pelunasan piutang beserta bunga-bunga dari biaya pendapatan penjualan tersebut.


3.    Bidang Kegiatan Perum Pegadaian
Perusahaan umum pegadaian adalah satu-satunya badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai seperti yang dimaksud dalam kitab Undang-Undang Hukum  Perdata Pasal  1150 di atas. Adapun tujuan dan manfaat pegadaian sebagai berikut :
a.    Turut melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya melalui penyaluran pinjaman uang pinjaman atas dasar hukum gadai.
b.    Pencegahan praktek ijon, pegadaian gelap, riba dan pinjaman tidak wajar lainnya. Sedangkan Manfaat Pegadaian dapat dilihat dari nasabah dan perum penggadaian itu sendiri :
1)    Bagi Nasabah
Prosedur yang relatif lebih sederhana dan dalam waktu yang lebih cepat terutama apabila dibandingkan dengan kredit perbankan. Disamping itu, mengingat jasa-jasa yang ditawarkan perum pegadaian maka manfat lain yang dapat diperoleh nasabah adalah:
a)    Penaksiran nilai suatu barang bergerak dari suatu institusi  yang telah berpengalaman dan dapat dipercaya.
b)    Penitipan suatu barang bergerak pada tempat yang aman dan dapat dipercaya.
2)    Bagi Perum Pegadaian
a)    Penghasilan yang bersumber dari sewa modal yang dibayarkan oleh peminjam dana.
b)    Penghasilan yang bersumber dari ongkos yang dibayarkan oleh nasabah yang memperoleh jasa tertentu dari perum pegadaian.
c)    Pelaksanaan misi perum pegadaian sebagai suatu badan usaha milik negara yang bergerak dalam bidang pembiayaan berupa pemberian bantuan kepada masyarakat yang memerlukan dana dengan prosedur dan cara yang relatif sederhana. Adapun kegiatan usaha dari perum penggadaian :
(1)    Penghimpunan dana
(a)    Pinjaman jangka pendek dari perbankan.
(b)    Pinjaman jangka pendek dari pihak lainnya (utang kepada rekanan, utang kepada nasabah, utang pajak, dan biaya yang masih harus dibayar, pendapatan diterima di muka, dll).
(c)    Penerbitan obligasi.
Perum pegadaian sudah 2 kali menerbitkan obligasi, yang jangka waktunya masing-masing 5 tahun.

(d)    Modal sendiri
Modal awal → kekayaan negara di luar apbn sebesar rp. 205 milyar
(e)    Penyertaan modal pemerintah laba ditahan.
(2)    Penggunaan dana
 (a)Uang kas dan dana likuid lain
Untuk kewajiban yang jatuh tempo, penyaluran dana, biaya operasional, pembayaran pajak.
(b)Pembelian dan pengadaan berbagai macam bentuk aktiva tetap dan inventaris seperti: Tanah, bangunan, kendaraan, meubel, dan lain-lain.
d)    Pendanaan kegiatan operasional
Gaji pegawai, honor, perawatan peralatan.
e)    Penyaluran dana
Lebih dari 50 % dana yang dihimpun oleh perum pegadaian tertanam dalam aktiva ini, karena ini merupakan kegiatan utama untuk memperoleh pendapatan, disamping sumber-sumber lainnya ( surat berharga dan lelang).
f)    Investasi lain.
Kelebihan dana (idle fund) ini dapat digunakan untuk investasi jangka pendek dan jangka menengah. Ex: investasi di bidang properti
B.    Tinjauan Umum Tentang Penitipan Barang
1.    Pengertian dan Unsur-Unsur Penitipan Barang
a.    Pengertian Penitipan Barang
Penitipan barang suatu perjanjian “rill” yang berarti bahwa ia baru terjadi dengan dilakukannya suatu perbuatan yang nyata, yaitu diserahkannya barang yang dititipkan. Jadi tidak seperti perjanjian-perjanjian lainnya pada umumnya yang lazimnya adalah konsensual, yaitu sudah dilahirkan saat tercapainya sepakat tentang hal-hal yang pokok dari perjanjian itu.
Beberapa ahli berpendapat tentang perjanjian  atau kontrak  tentang  penitipan barang sebagai berikut :
 Menurut SALIM H.S, S.H., M.S.“Keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum”.
Menurut Prof. Soebekti S.H. “  suatu sebab hukum ( mengenai harta kekayaan harta benda) antara dua orang yang memberi hak antara yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya. Ini diwajibkan untuk memenuhi tuntutan itu.”
Penitipan Barang adalah tempat seseorang untuk memberikan sesuatu barang kepada orang lain dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya sesuai dengan wujud asalnya        sesuai dengan Pasal  1694 B.W.
    Dari pengertian tersebut, unsur-unsur penitipan barang, sebagai berikut :
1)    Perjanjian
Perjanjian selalu timbul atas dasar kesepakatan (dengan kehendak dari para pihak) sedangkan perikatan timbul bukan hanya karena ada kehendak dari para pihak namun bisa terjadi melalui undang-undang.
Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih (Pasal  1313). Menurut para ahli hukum, bunyi Pasal  tersebut terlalu luas tetapi tidak lengkap disebabkan karena hal-hal sebagai berikut:
a)    Bersifat terlalu luas, pada kata perbuatan, bisa dikatakan sebagai perbuatan hukum dan bukan perbuatan hukum.
b)    Tidak lengkap, pada kata mengikatkan dirinya yang seolah-olah hanya satu pihak saja yang mengikatkan dirinya pada satu pihak yang lain tanpa kesepakatan. Lebih tepat bila menggunakan kata salig mengikatkan.
2)    Subyek Penitipan Barang
Pada dasarnya ada dua pihak yang terkait dalam penitipan barang yaitu Bewaargever dan Bewaarnemer. Bewaargever adalah orang yang menyerahkan barang untuk disimpan, sedangkan Bewaarnemer adalah orang yang menerima barang untuk disimpan.
3)    Obyek Penitipan Barang
Obyek penitipan barang dalam hal ini adalah Perhiasan emas, permata, sertifikat tanah atau bangunan, BPKB dan surat berharga lainnya dan barbagai kendaraan seperti, mobil dan sepeda motor.
  Penitipan terjadi karena sepakat secara timbal balik antara yang menitipkan dan pihak yang menerima titipan. Dalam hal ini, umumnya obyek penitipan barang yang dilakukan oleh nasabah adalah barang bergerak maupun yang tidak bergerak dan uang sewa sebagai upah  atas barang yang ditititpkan yang diberikan nasabah kepada pihak jasa titipan.
b.    Syarat sahnya penitipan barang
1)    Subyektif, yang terdiri dari:
(a)    Sepakat, ada kesepakatan antara para pihak
Kesepakatan dalam hal ini adalah terciptanaya hubungan timbal balik atas apa yang telah di capai secara bersama-sama. Dimaksudkan bahwa ke-2 subyek yang mengadakan perjanjian itu harus sepakat, setuju atau seia sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu.
Pasal  1321 menyatakan bahwa tidak ada kesepakatan yang sah jika dibuat dalam kekeliruan, kekhilapan, atau penipuan (dalam praktek peradilan terdapat satu istilah lagi yaitu penyalahgunaan keadaan). Hal tersebut disebut cacat kehendak.
    Cara- cara terjadinya kesepakatan :
      Secara lugas
(a)    Lisan
(b)    Tertulis
(c)     Isyarat
 Secara diam-diam
    Perjanjian yang dibuat secara tertulis atau tidak tertulis disini mempunyai kekuatan mengikat yang sama, bedanya apabila ada sengketa akan sulit untuk membuktikan apabila dilakukan secara lisan.
(b)    Kecakapan, dilakukan oleh subyek yang cakap bertindak
      Seseorang dikatakan dewasa oleh hukum, apabila telah berumur 21 tahun atau telah kawin, sedangkan seseorang dikatakan tidak cakap apabila :
                        (1)  Belum berumur 21 tahun.
                        (2)  Di bawah pengampuan.
       Subyek tidak cakap dalam membuat perjanjian agar tidak terancam pembatalan maka :
i.    Di bawah umur : perjanjian dilakukan oleh orang tuanya
ii.    Di bawah pengampuan : dilakukan oleh pengampu-nya
Namun demikian hak membatalkan perjanjian tetap berada pada anak atau orang yang diampu.
2)    Syarat obyektif,  yang terdiri dari  :
(1).    Sesuatu hal tertentu, adalah obyek perjanjian itu sendiri (prestasi).
(2).    Sebab yang halal (kelausal halal), tidak melawan hukum.
(3).    Akibat hukum bila syarat tersebut dilanggar: dapat dibatalkan artinya perjanjian tetap mengikat selama belum ada ketentuan pembatalan dan batal demi hukum yang artinya sejak semula perjanjian hukum itu dianggap tidak mempunyai kekuatan hukum, atau dianggap tidak ada (Null Envoi).
Perjanjian timbul sejak adanya kata sepakat antara para pihak sesuai dengan asas perjanjian.
c.    Asas-Asas Perjanjian
1)    Asas konsensualisme
Perjanjian tersebut didasarkan atas kata sepakat, sehingga berlaku dan mempunyai kekuatan dan mengikat sejak ada kata sepakat.
Pengecualian;
a)    Perjanjian Rill: Apabila perjanjian itu telah dilaksanakan secara nyata, contoh : Perjanjian penitipan barang.
b)    Perjanjian Formil : Apabila perjanjian itu dituangkan atau dibuat dalam bentuk tertentu.
2)    Asas Kebebasan Berkontrak
Pasal  1338 ayat (2) mengatakan bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Adapun yang dimaksud dengan kebebasan berkontrak adalah :
a)    Bebas untuk membuat perjanjian.
b)    Bebas menentukan dengan siapa membuat perjanjian tersebut.
c)    Bebas menentukan hal apa perjanjian itu dibuat.
d)    Bebas menentukan isi perjanjian.
e)    Bebas menentukan bentuk perjanjian.
3)    Asas Pacta Sunt Servanda
Pasal  1381 ayat (1) menyatakan bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Berdasarkan Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea ke empat yang berbunyi :
“ kemudian daripada itu untuk membuat suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia…”
Merupakan landasan hukum dalam upaya melindungi segenap bangsa Indonesia.
4)    Asas Itikad Baik
Itikad baik berarti keadaan batin para pihak dalam membuat dan melaksanakan perjanjian harus jujur, terbuka dan saling percaya. Keadaan bathin para pihak itu tidak boleh dicermati oleh maksud-maksud untuk melakukan tipu daya atau menutup-nutupi keadaan sebenarnya
5)    Asas Kepribadian
Yang berarti isi perjanjuan hanya mengikat para pihak secara perorangan ( personal ), tidak mengikat pihak-pihak lain yang tidak memberikan kesepakatannya. Seseorang hanya dapat mewakili dirinya sendiri dan tidak dapat mewakili orang lain dalam membuat perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh para pihak, hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya.
Pasal  1320 KUH Perdata mengatakan bahwa syarat sahnya perjanjian adalah sebagai berikut :
a)    Kesepakatan para pihak dalam perjanjian.
b)    Kecakapan para pihak  dalam perjanjian.
c)    Suatu hal tertentu.
d)    Suatu sebab yang halal.
      Kecakapan hukum sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian maksudnya bahwa para pihak yang melakukan perjanjian harus telah dewasa yaitu telah berusia 21 tahun atau telah menikah, sehat mentalnya, serta diperkenankan oleh undang-undang. Apabila orang yang belum dewasa hendak melakukan sebuah perjanjian, maka dapat diwakili oleh orang tua atau walinya sedangkan orang yang cacat mental dapat diwakili oleh empunya atau curatornya.

2.    Sifat dan Jenis-Jenis Penitipan Barang
Penitipan adalah terjadi, apabila seseorang menerima sesuatu barang, dari seorang lain, dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya. Demikianlah definisi yang oleh Pasal  1694 B.W. diberikan tentang perjanjian penitipan itu.
Menurut kata-kata tersebut, penitipan adalah suatu perjanjian “”rill” yang berarti bahwa ia baru terjadi dengan dilakukannya suatu perbuatan yang nyata, yaitu diserahkannya barang yang dititipkan; jadi berbeda dengan perjanjian-perjanjian lainya pada umumnnya yang lazimnnya adalah konsesual, yaitu sudah dilahirkannya saat tercapainnya sepakat tentang hal-hal yang pokok dari perjanjian itu.
Menurut Kitab Undang-undang Perdata penitipan barang dibagi 2 (dua), yaitu :
a.    Penitipan Barang  Sejati
Penitipan barang  sejati dianggap dibuat dengan cuma-cuma, jika tidak diperjanjikan sebaliknya, sedangkan ia hanya dapat mengenai barang-barang yang bergerak (Pasal  1696).
Perjanjian tersebut tidaklah terlaksana selain dengan penyerahan barangnnya secara sungguh-sungguh atau secara dipersangkakan (Pasal  1697). Ketentuan ini menggambarkan kembali sifatnya rill dari  penitipan barang, yang berlainan dari sifat perjanjian-perjanjian lain pada umumnya adalah konsensual.
   


Penitipan barang yang sejati ada beberapa jenis yaitu :
1)    Penitipan sukarela
Penitipan barang dengan sukarela terjadi karena sepakat bertimbal-balik antara pihak yang menitipkan barang dan pihak yang menerima titipan (Pasal  1699).
Penitipan barang dengan sukarela hanyalah dapat terjadi antar orang-orang yang mempunyai kecakapan untuk membuat perjanjian-perjanjian. Jika namun itu seseorang yang yang cakap untuk membuat perjanjian, menerima penitipan barang dari seorang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, maka tunduklah ia pada semua kewajiban yang dipikul oleh seorang penerima titipan yang sungguh-sungguh (Pasal  1701). Yang dimaksud oleh ketentuan tersebut adalah, bahwa meskipun penitipan sebagai suatu perjanjian secara sah hanya dapat diadakan antara orang-orang yang cakap menurut hukum, namun apabila seseorang yang cakap menerima suatu penitipan barang dari seorang yang tidak cakap maka si penerima harus melakukan semua kewajiban yang berlaku dalam perjanjian penitipan barang yang sah.
Kemudian Pasal  1702 mengatakan : jika penitipan dilakukan oleh seorang yang berhak kepada seorang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, maka pihak yang menitipkan hanyalah mempunyai hak kepada pihak yang menerima titipan untuk menuntut pengembalian barang yang dititipkan, selama barang ini masih ada pada pihak yang terakhir itu. Atau, jika barangnya sudah tidak lagi pada si penerima titipan, maka dapatlah ia menuntut pemberian ganti rugi sekedar si penerima titipan itu telah memperoleh manfaat dari barang tersebut. Yang dimaksudkan adalah, bahwa jika seorang yang cakap menuntut hukum menitipkan barang kepada seorang yang tidak cakap, maka ia memikul resiko kalau barang itu dihilangkan. Hanyalah, kalau si penerima titipan itu ternyata telah memperoleh manfaat dari barang yang telah dihilangkan, maka orang yang menitipkan dapat menuntut pemberian ganti rugi. Si penerima titipan dapat dikatakan telah memperoleh manfaat dari barang yang telah dihilangkan itu umpamanya kalau ia telah memakainya. Jadi kalau barangnya hilang dicuri orang karena si penerima titipan tidak menyimpannya dengan baik, tidak ada tuntutan ganti rugi. Dengan sendirinya tuntutan pemberian ganti rugi ini harus dilkukan terhadap orangtua /wali dari si penerima titipan.
2)    Penitipan terpaksa
 penitipan yang terpaksa dilakukan oleh seseorang karena timbulnya suatu malapetaka misalnya : kebakaran, runtuhnya gedung, perampokan, karamnya kapal, banjir dan lain-lain peristiwa yang tak tersangka. Penitipan barang karena terpaksa ini mendapat perlindungan dari undang-undang yang tidak kurang dari suatu penitipan yang terjadi secara sukarela ( Pasal  1703 ).
Pasal  1706 mewajibkan si penerima titipan, mengenai perawatan barang yang dipercayakan kepadanya, memeliharanya dengan minat yang sama seperti ia memelihara barangnya sendiri.
Ketentuan tersebut menurut Pasal  1707 harus dilakukan lebih keras dalam beberapa hal, yaitu :
a)    Jika penerima titipan telah menawarkan dirinya untuk menyimpan barangnya.
b)    Jika ia telah meminta diperjanjikan sesuatu untuk upah untuk penyimpanan itu.
c)    Jika penitipan telah terjadi sedikit banyak untuk kepentingan si penerima titipan, dan
d)    Jika telah diperjanjikan bahwa si penerima titipan akan menanggung segala macam kelalaian.
Tidak sekali-kali si penerima titipan bertanggung jawab tentang peristiwa-peristiwa yang disingkirkan, kecuali apabila ia lalai dalam pengembalian barang yang dititipkan. Bahkan dalam hal yang terakhir ini ia tidak bertanggung jawab jika barangnya juga akan musnah seandainya telah berada dalam tangannya orang yang menitipkan (Pasal  1708). Peristiwa yang tak dapat disingkirkan itu adalah lazimnya dalam bahasa hukum dinamakan “keadaan memaksa” (bahasa belanda : “overmacht” atau “force mejeur”) yaitu suatu kejadian yang tak disengaja dan tak dapat diduga.
 Resiko kemusnahan barang karena suatu keadaan yang memaksa itu memang pada asasnya harus dipikul oleh pemilik barang. Namun apabila si penerima penitipan barang itu telah lalai mengembalikan barangnya sebagaimana telah ditetapkan dalam perjanjian, maka ( juga menurut asas umum hukum perjanjian ) ia mengoper tanggung jawab tentang kemusnahan barangnya jika terjadi sesuatu. Tanggung jawab hanya dapat dilepaskan jika ia dapat membuktikan bahwa barangnya juga akan musnah seandainya sudah diserahkan kepada orang yang menitipkan, misalnya barang itu cacat. Yang pasti juga akan menyebabkan kemusnahannya biarpun ia berada ditangannya orang yang menitipkan.
b.    Penitipan Barang Sekestrasi
Yang dinamakan sekestrasi adalah penitipan barang tentang mana ada perselisihan, ditangannya ada seorang pihak ketiga yang mengikatkan diri untuk, setelah perselisihan itu putus, mengembalikan barang itu kepada siapa yang akan diputus, mengembalikan barang itu kepada siapa yang akan dinyatakan berhak, beserta hasil-hasilnya. Penitipan ini ada yang terjadi dengan persetujuan dan ada juga yang dilakukan atas perintah Hakim atau Pengadilan (Pasal  1730).
Sekestrasi terjadi dengan persetujuan, apabila barang yang menjadi sengketa diserahkan kepada seorang pihak ketiga oleh satu orang atau lebih secara sukarela (Pasal  1731).
Sekestrasi dapat mengenai baik barang-barang bergerak maupun barang-barang tak bergerak (Pasal  1734), jadi, berlainan dari penitipan barang yang sejati, yang hanya dapat mengenai barang yang bergerak saja (lihat Pasal  1696).
Sekestrasi atas perintah hakim terjadi apabila hakim memerintahkan supaya suatu barang tentang mana ada sengketa, dititipkan kepada seorang (Pasal  1736). Mengenai sekestrasi macam ini ditetapkan seterusnya oleh Pasal  1737 sebagai berikut:
Sekestrasi guna keperluan pengadilan diperintahkan kepada seorang yang disetujui oleh pihak-pihak yang berkepentingan atau kepada seseorang yang ditetapkan oleh hakim karena jabatannya.
Dalam kedua-duanya hal, orang kepada siapa barangnya telah dipercayakan, tunduk kepada segala kewajiban yang terbit dalam halnya sekestrasi dengan persetujuan, dan selainnya itu ia diwajibakan saban tahun, atas tuntutan kejaksaan, memberikan suatu perhitungan secara ringkas tentang pengurusan kepada pengadilan, dengan memperlihatkan ataupun menunjukkan barang-barangnya yang dipercayakan kepadanya, namunlah disetujuinya perhitungan itu. Tidak akan dapat diajukan terhadap para pihak yang tidak  berkepentingan ( Pasal  1737 ).
1)    Diperintahkan hakim
Hakim dapat memerintahkan sekestrasi :
a)    Terhadap barang-barang bergerak yang telah disita ditangannya seorang berutang (debitor).
b)    Terhadap suatu barang bergerak maupun tak bergerak, tentang mana miliknya atau hak pengesahannya menjadi persengketaan.
c)    Terhadap barang-barang yang ditawarkan oleh seorang berutang (debitor) untuk melunasi utangnya (Pasal  1738).
Penyitaan yang disebutkan sub I di atas adalah penyitaan consrvatoir yang telah dilkukan atas permintaan seorang penggugat, sedangkan penawaran barang-barang oleh seorang debitor kepada debitornya untuk melunasi utangnya, sebagaimana disebutkan sub 3, dilakukan dalam hal kreditor menolak pembayaran yang akan dilakukan oleh debitornya, sehingga debitor ini untuk menawarkan barang atau uang tersebut (secara resmi) kepada kreditor tersebut dapat dititipkan dikepaniteraan pengadilan atau kepada seorang yang ditunjuk oleh Hakim. Perbuatan ini akan disusul oleh suatu gugatan dari debitor tersebut untuk menyatakan sah penitipan tersebut, dan dengan disahkannya penitipan tersebut, maka si debitor dibebaskan dari utangnya.
Pengangkatan seorang penyimpan barang dimuka Hakim, menerbitkan kewajiban-kewajiban yang timbal balik antara si penyita dan si penyimpan.
Si penyimpan diwajibkan melihara barang-barang yang telah disita sebagai seorang bapak rumah yang baik.
Ia harus menyerahkan barang-barang itu untuk dijual supaya  dari pendapatan penjualan barang tersebut dapat dilunasi piutang-piutang si penyita, atau menyerahkan kepada pihak terhadap siapa penyitaan telah dilakukan, jika penyitaan itu dicabut kembali.
Adalah menjadi si penyita untuk membayar kepada si penyimpan, upahnya ditentukan dalam Undang-Undang (Pasal  1739). Memelihara barang sebagai bapak rumah yang baik diartikan sebagai memelihara sebaik-baiknya dengan minat seperti terhadap barang miliknya sendiri. Apabila kreditor telah dimenangkan perkaranya dengan suatu putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak, maka penyitaan conservatoir atas barang-barang si debitor otomatis berubah menjadi penyitaan esekutorial, yang berarti bahwa barang-barang sitaan itu harus dijual untuk melunasi piutang kreditor, sebaliknya apabila gugatan kreditor (si penyita) ditolak, maka penyitaan tersebut akan dicabut oleh hakim dan si penyimpan harus menyerahkan barang tersebut kepada debitor.

3.    Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Penitipan Barang
            Pada dasarnya ada dua pihak yang terkait dalam perjanjian penitipan barang,yaitu bewaargever dan bewaarnemr. Bewaargever adalah orang yang menerima barang untuk disimpan. Disamping itu, dikenal juga dengan istilah bewaader. Bewaader yaitu, penyimpanan yang ditentukan oleh Juru Sita untuk menyimpan barang hasil sitaan dengan menerima ongkos simpan. Obyek dalam barang ini adalah barang bergerak maupun tidak bergerak.
          Hubungan kontraktual antara bewargever dan bewaarnemer, akan menimbulkan hak dan kewajiban para pihak. Kewajiban bagi yang menyimpan barang (bewaarnemer).
a.    Memelihara barang dengan sebaik-baiknya.
b.    Mengembalikan barang tersebut kepada penitipnya, dan
c.    Pemeliharaan harus dilakukan secara  hati-hati.
           Kewajiban ini harus dilakukan secara lebih teliti jika :
a.    Penerimaan titipan itu mula-mula menawarkan diri  untuk menyimpan barang tersebut.
b.    Penyimpanan dijanjikan untuk mendapatkan upah.
c.    Penitipan terjadi dilakukan untuk keperluan penyimpanan dan
d.    Telah diperjanjikan si penerima titipan akan menanggung segala kelalaiannya ( Psl 1707 KUH Perdata ).

Hak-hak si penyimpan barang :
a.    Penggantian biaya untuk mempertahankan barang.
b.    Penggantian kerugian yang diderita dalam penyimpanan barang,dan
c.    Menahan barang sebelum penggantian biaya dan kerugian diterima dari penitip.



Hak Penitip adalah Menerima barang yang telah dititip secara utuh.
Kewajiban Penitip :
a.    Memberikan upah kepada penyimpan,dan
b.    Memberikan penggantian biaya dan rugi kepada penyimpan.

4.    Berakhirnya Penitipan Barang
Berakhirnya penitipan barang terjadi karena masa penitipan barang sudah berakhir atau jatuh tempo sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Oleh sebab itu, nasabah yang melakukan penitipan barang sebaiknya melakukan pengambilan sebelum terjadinya tanggal jatuh tempo untuk menghindari adanya kelalaian dari masing-masing pihak baik dari nasabah itu sendiri maupun dari petugas jasa titipan.  

C.    Wanprestasi
Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai dalam melaksanakan kewajibannya sebagaimana yang telah ditentukan  dalam perjanjian yang dibuat antara pihak kreditur dan debitur.
Bentuk-bentuk wanprestasi yaitu :
1.    Total breachts adalah pelaksanaan kontrak yang tidak mungkin dilaksanakan.
2.    Partial breachts adalah pelaksanaan perjanjian yang masih mungkin untuk dilaksanakan.
Adapun akibat hukum yang terjadi adalah:
a.    Perikatan tetap ada
Kreditur masih dapat menuntut kepada debitur pelaksanaan prestasi, apabila ia terlambat memenuhi prestasi. Disamping itu, kreditur berhak menuntut ganti rugi akibat keterlambatan melaksanakan prestasinya. Hal ini disebabkan karena kreditur akan mendapat keuntungan apabila debitur melaksanakan prestasi tetap pada waktunya.
b.    Debitur harus membayar ganti rugi kepada debitur ( Pasal  1243 KUH Perdata ).
c.    Beban resiko beralih untuk kerugian debitur, jika  halangan itu timbul setelah debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesengajaan atau kesalahan besar dari pihak kreditur. Oleh karena itu, debitur tidak dibenarkan berpegang pada keadaan memaksa.
d.    Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat membebaskan diri dari kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan menggunakan Pasal  1266 KUH Perdata.
     Untuk nasabah  wanprestasi dalam hal membayar jasa titipan tidak dapat terjadi karena untuk pembayaran jasa titipan ini penerimaan uangnya dilakukan pada saat barang tersebut dimohonkan untuk dititip.
Bagi pihak perum pegadaian dikatakan  wanprestasi jika saat barang titipan tidak sesuai dengan keadaannya seperti saat semula barang dititipkan yaitu bilamana barang tersebut cacat atau rusak akibat kelalaian atau sebab lain selama barang tersebut dititipkan pada perum pegadaian maka perum pegadaian akan mengganti sebesar 1 kali perkiraan harga barang tersebut.

D.    Penyelesaian Sengketa Dalam Penitipan Barang
              Ketika menghadapi suatu kasus, khususnya kasus perdata, kita dihadapkan pada 2 (dua) pilihan, apakah akan diselesaikan dengan jalur litigasi atau non-litigasi. Litigasi yaitu menyelesaikan suatu perkara hukum dengan melalui jalur pengadilan sedangkan non-litigasi adalah menyelesaikan suatu perkara di luar jalur pengadilan, biasanya yang sering digunakan dalam hal ini adalah faktor kebiasaan penduduk setempat yakni Nonlitigasi.

1.    Penyelesaian Litigasi
Litigasi adalah  cara penyelesaian yang dilakukan melalui pengadilan. Cara ini bisa ditempuh oleh salah satu pihak melakukan wanprestasi atau lalai dalam melaksanakan hak dan kewajibannya.



(1)    Keuntungan Litigasi
Litigasi dapat dijadikan sebagi shock terapi untuk pihak lawan..
bagi sebagian advokat penyelesaian lewat jalur litigasi dapat juga sebagai “pendongkrak” popularitas, semakin sering sidang maka semakin terkenal.
(2)    Kerugian Litigasi
Waktu yang bertele-tele, alias lama, untuk sidang yang “normal aja” bisa menghabiskan waktu sampai dengan tiga bulan-nan.. bahkan dulu untuk sidang hibah di Purbalingga, pernah sidang hingga 16 kali sidang, yang lama di eksepsi dan saksi-saksi bahkan untuk putusan sampai diundur 1 kali sidang…. Biaya yang dikeluarkan relatif  lebih besar, terlalu banyak “administrasi.”

2.    Penyelesaian Secara Non-litigasi
Waktu yang relatif lebih singkat dan tidak banyak menyita waktu…
Kadang non-litigasi melalui mediasi bisa dilakukan dalam beberapa kali pertemuan mediasi, bahkan kadang dalam satu pertemuan mediasi sudah terjadi kesepakatan..Waktu untuk mediasi pun lebih fleksibel, karna kadang mediasi dilakukan diluar hari kerja, sabtu atau minggu..
Bisa menambah link, relasi atau saudara.
              Jalur non-litigasi kadang kala justru menambah relasi dan saudara, karna sifatnya yang lebih kekelurgaan. Hal ini justru sering menimbulkan simpati dan empati, hal ini yang membuka jalan untuk membuka link dan tentunya tali silaturahmi.. Sedangkan minusnya jalur non-litigasi terkadang pihak kita mendapatkan gangguan secara langsung, terkadang saking parahnya, pernah juga ketika mediasi pihak lawan pake nyewa preman juga Dan akhirnya semua kembali ke anda, apakah anda lebih memilih menyelesaikan kasus perdata dengan jalur litigasi ataupun Non-Litigasi.














BAB III
METODE PENELITIAN

Mengadakan suatu penelitian ilmiah jelas harus menggunakan metode. Karena ciri khas keilmuan adalah menggunakan metode. Metode berarti mencari informasi secara terencana dan sistematis, langkah-langkah yang diambil harus jelas serta ada batasan-batasan yang tegas guna menghindari terjadinya penafsiran yang terlalu luas. Berkenaan dengan hal tersebut di atas, dalam penelitian ini perlu dijelaskan mengenai beberapa hal :
A.    Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah :
1.     Penelitian normatif, yaitu penelitian yang memandang hukum sabagai doktrin atau seperangkat aturan yang bersifat normatif ( law in book).
Dalam hal ini peneliti mengkaji asas-asas hukum dan peraturan perundang-undangan baik yang berasal dari, undang-undang, buku, dokumen dan sumber-sumber lainnya  yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.
2.    Penelitian Empiris/Sosiologis, yaitu hukum dikonsepkan sebagai prañata sosial yang secara riil dikaitkan dengan sumber dan jenis variabel-variabel sosial lainnya. Apabila hukum sebagai gejala  sosial yang empiris sifatnya, dikaji sebagai variable bebas/sebab (independent variabel) yang menimbulkan pengaruh dan akibat pada berbagai aspek kehidupan sosial , kajian ini merupakan kajian hukum yang sosiologis . namun jika hukum dikaji  sebagai variable tergantung dari akibat (independent variable) yang timbul sebagai hasil dari berbagai kekuatan dalam proses sosial, kajian itu merupakan kajian sosiologi hukum (sociology of law).

B.    Sumber dan Jenis Data
1.    Sumber Data
a.    Data Kepustakaan dalam penelitian hukum terdiri dari :
1)    Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan pada hukum sekunder yang terdiri dari peraturan perundang-undangan.
2)    Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang meliputi buku-buku, referensi, makalah, majalah, hasil penelitian dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
b.    Data Lapangan yaitu data yang diperoleh langsung dari responden yang langsung menangani masalah tersebut.
2.    Jenis Data
a.    Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan, buku-buku pedoman yang dilakukan oleh perum pegadaian
b.    Data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari responden dengan wawancara langsung diperum pegadaian cabang gunungsari.

C.    Teknik Pengumpulan Data
1)    Data lapangan pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara yaitu situasi peran antar pribadi bertatap muka (face to face), ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang  dengan relevan masalah penelitian kepada seseorang responden.
2)    Data kepustakaan pengumpulan data dilakukan dengan teknis studi dokument yaitu dengan mengumpulkan peraturan perundang-undangan , literatur dan karya tulis yang berhubungan dengan masalah yang ditulis.

D.    Analisis Data
Data yang berhasil dikumpulkan dan diperoleh dalam penelitian kemudian diolah dan dianalisa secara sistematis. Selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan analisis kualitatif, yaitu data yang disusun dan disajikan berupa rangkaian kalimat yang menggambrkan hasil penelitian yang didasarkan pada masalah yang diteliti.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.    Prosedur Pelaksanaan Jasa Titipan Barang Pada Perum  Pegadaian Di Gunungsari
Perum Pegadaian Cabang Gunungsari merupakan cabang perum pegadaian yang ada di kabupaten Lombok Barat yang dipimpin oleh seorang kepala cabang yang diangkat oleh Direksi dan bertanggungjawab kepada direksi melalui kepala kantor Daerah. Perum Pegadaian Cabang Gunungsari seperti cabang-cabang perum pegadaian lainnya bertindak melaksanakan kegiatan usaha perusahaan yang langsung berhubungan dengan masyarakat (nasabah) dalam rangka pemberian kredit  atas dasar hukum gadai atau usaha lain sesuai dengan peraturan dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Direksi.
Seiring dengan perkembangan perum pegadaian dilihat dari semakin tingginya jumlah masyarakat yang berhubungan dengan Perum Pegadaian maka untuk meningkatkan pelayanan dengan menambah peragaman jasa dan peningkatan pelayanan serta untuk meningkatkan pendapatan lain diluar sewa modal melalui optimalisasi penggunaan semberdaya perusahaan maka pelayanan jasa titipan kini sudah mulai diperkenalkan kepada masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian pada perum pegadaian tentang jasa titipan, maka diketahui bahwa prosedur dalam jasa titipan dibagi menjadi 3 (tiga) tahap, yaitu :
1.    Proses pelayanan penitipan.
2.    Prosedur pengambilan barang titipan.
a)    Pengambilan seluruhnya.
b)    Pengambilan sebagian.
3.    Prosedur perpanjangan masa titipan.
Pada prinsipnya sistem dan prosedur jasa titipan ini hampir sama dengan usaha jasa gadai. Namun demikian karena segmen pasarnya relatip berbeda, maka masyarakat pengguna jasa titipan perlu dilayani lebih khusus. Pelayanan tetap melalui loket, tetapi selanjutnya diperoses oleh kepala cabang atau petugas yang ditunjuk di ruang tamu atau ruang kerja. Pelayanan yang lebih diutamakan disini adalah pelayanan jasa titipan dimana masyarakat yang akan meninggalkan rumahnya dalam waktu yang relatif lama, masyarakat yang akan  menunaikan ibadah haji dan karena pertimbangan tertentu merasa tidak aman menyimpan barang dirumahnya.

1.    Tahapan Prosedur Penitipan Barang
Tahapan Prosedur penitipan Barang pada Perum Pegadaian Gunung Sari dapat di jabarkan sebagai berikut :
a.    Prosedur Pelayanan Titipan
No.    Pelaksana    Langkah    Aktifitas
1.        Pemohon     (1)        Menyerahkan photo copy KTP atau bukti diri lainya kepada petugas loket yang ditunjuk, kemudian pemohon dipersilahkan menunggu di ruang tamu.
2.        Petugas loket     (2)   
(3)        Foto copy KTP atau bukti diri pemohon diserahkan kepada kacab/wakilnya.
Memberitahukan kepada kacab/ wakilnya bahwa pemohon sedang menunggu di ruang tamu.
3.        Kacab/petugas yang ditunjuk    (4)   

(5)   



(6)   



(7)   










(8)   

    Menyiapkan Balnko Surat Penitipan (SBP).
Mencocokkan foto cofy KTP atau bukti diri lainya dengan aslinya. Apabila foto copy identitas diri tersebut cocok maka foto copy tersebut diberi “paraf”.
Memeriksa barang yang akan dititipkan dan memberitahukan tarif sewa serta ketentuan-ketentuan lainya.
Mengisi formulir SBP.
Membungkus barang titipan dihadapan pemohon, kemudian diberi tanda     segel pada sambungan-sambungan amplop/pembungkus dengan perekat yang kuat. Khusus barang gudang yang sudah dibungkus penyegelan dapat dilakukan sesuai petunjuk SE2/1992.
Untuk barang titipan yang tidak ada tempat untuk menggantungkan segel, dapat dilakukan dengan menempelkan pada barangnya.
Meminta sewa titipan dengan memperlihatkan jumlah sewa pada SBP dan menyerahkannya kepada kasir berikut SBP (asli dan dilipat).
4.        Kasir     (9)   




(10)   

    Mencocokkan jumlah uang sewa yang tercantum dalam SBP dengan uang yang diterima dan tanda tangan Kacab.
Apabila cocok diberi “paraf” dibelakang jumlah sewa pada SBP.
Mendistribusikan SBP.
(a)    Asli diserahkan kepada penitip.
(b)    Dilipat diserahkan kepada bagian administrasi sebagai dasar pencatatan pada Buku Jasa Titipan.
5.        Pemohon     (11)        Menerima SBP asli dan meninggalkan Kantor Cabang.

b.    Prosedur Pengambilan Barang Titipan
1)    Pengambilan Seluruhnya
No.    Pelaksana    Langkah    Aktifitas
1.        Penitip/kuasanya    (1)        Menyerahkan lembar 1 (asli) SBP dan KTP atau bukti diri lainya yang bisa dipercaya kepada petugas pelayanan titipan yang ditunjuk.
2.        Petugas loket titipan     (2)   






(3)   







       
(4)   


    Menanyakan apakah barang titipannya akan diambil seluruhnya atau sebagian atau diperpanjang. Apabila jawabannya “diambil seluruhnya” maka petugas memeriksa SBP, apakah SBP betul dari cabang yang bersangkutan.
Mencocokkan nama pada KTP atau bukti identitas lainnya atau dengan nama pada SBP atau nama pada lembar kuasa pengambilan barang pada halaman belakang bawah SBP. Disamping itu mencocokkan foto pada KTP atau bukti identitas lainnya dengan orang yang bersangkutan.
Memeriksa tanggal jatuh tempo (batas waktu penitipan). Bila tanggal pengambilan melebihi tanggal jatuh tempo lebih dari 7 (tujuh) hari, maka petugas harus memperhitungkan tambahan sewa penitipan sesuai ketentuan tarif sewa yang berlaku, ditulis dibawah jumlah sewa SBP dan dibubuhi “paraf” petugas sambil mempersilahkan penitip ke loket kasir.
3.        Kasir     (5)   






(6)   




(7)   









    Menerima SBP yang telah diperoses petugas loket jasa titipan yang ditunjuk kemudian memeriksa paraf dan jumlah uang tambahan sewa yang harus dibayar oleh penitip.

Setelah tambahan sewa dibayar kasir membubuhkan cap “lunas” dan “paraf” pada badan SBP dan kitir bukti pengambilan barang titipan.
Badan dan kitir SBP dipisahkan (dirobek) masing-masing diserahkan sebagai berikut :
(a)    Badan SBP diserahkan kepada penitip sambil mempersilahkan menunggu di ruang tamu.
(b)    Kitir SBP (bukti pengambilan titipan) diserahkan kepada kacab atau petugas penyimpanan yang ditunjuk, sambil memberitahukan bahwa penitip sedang menunggu di ruang tamu.
4.        Kacab atau petugas yang ditunjuk     (8)   



(9)   




(10)   





(11)   

    Mengambil bungkusan barang titipan secara utuh dari tempatnya (kluis/gudang) dan dibawa keruang tamu.
Meminta badan SBP yang dibawa penitip, kemudian dicocokkan dengan kartu barang titipan yang tertempel pada amplop atau tergantung pada barang gudang.
Memperhatikan keutuhan amplop dan segelnya kemudian membuka amplop tersebut untuk diperiksa isinya satu persatu dicocokkan dengan paftar barang yang tertulis pada SBP.
Menyerahkan barang titipan setelah penitip menandatangani Kitir Bukti pengambilan titipan. Badan SBP dan Kitir Bukti pengambilan titipan diseteples menjadi satu dan disimpan menjadi arsip.
5.        Penitip/kuasanya    (12)        Menandatangani Kitir Bukti pangambilan titipan dan menerima barang titipan.

2)    Pengambilan Sebagian
No.    Pelaksana    Langkah    Aktifitas
1.        Penitip/kuasanya     (1)        Menyerahkan lembar 1 (asli) SBP dan KTP atau bukti diri lainnya yang bisa dipercaya kepada petugas pelayanan titipan yang ditunjuk.
2.        Petugas loket titipan     (2)   








(3)   






    Mencocokkan nama pada KTP atau bukti identitas lainnya dengan nama pada SBP atau nama pada lembar kuasa pangambilan pada halaman belakang bawah SBP.           Disamping itu mencocokkan foto pada KTP atau bukti identitas diri lainnya dengan orang yang bersangkutan.
Menanyakan apakah barang titipannya akan diambil seluruhnya atau sebagian atau diperpanjang apabila “diambil sebagian” maka petugas menerbitkan bukti pengambilan barang sebagian (Form-26T). SBP dikembalikan pada penitip sambil menunggu di ruang tamu. Form-26T diserahkan pada kacab atau petugas yang ditunjuk.
3.        Kacab atau petugas yang ditunjuk    (4)   



(5)   




(6)   



(7)   





(8)   






(9)   





(10)        Menerima bukti pengambilan barang (Form-26T) yang telah diisi, kemudian menuju ruang tamu.
Mengambil bungkusan barang titipan dan mencocokkan barang titipan yang diambil pada bukti pangambilan barang sebagian (Form-26T) dan SBP (Form-10T).
Membuka amplop atau pembungkus barang titipan dan mengambil barang titipan yang dikehendaki.
Amplop kemudian ditutup kembali dan dibubuhu segel baru (boleh mempergunakan kertas lain) setelah dibubuhi tulisan yang sama dengan yang tercantum pada kertas segel.
Mengeluarkan jenis barang yang diambil dari daftar identitas barang titipan pada SBP dan KBT, dengan cara mencoret (garis) pada tulisan jenis barang yang diambil dan dibubuhi paraf petugas pada kedua ujung coretan (garis).
Barang yang dikehendaki dan SBP yang telah disesuaikan diserahkan kepada penitip, sedangkan bukti pengambilan barang sebagian (Form-26T) disimpan sebagai arsip cabang.
Menerima sebagian barang titipan berikut SBP yang telah disesuaikan.




c.    Prosedur Perpanjangan Masa Titipan
No.    Pelaksana    Langkah    Aktifitas
1.        Penitip/kuasanya     (1)         Menuju loket layanan jasa titipan
2.        Petugas loket titipan     (2)   


    Menanyakan apakah barang titipannya akan diambil seluruhnya atau sebagian atau diperpanjang. Apabila jawabannya “diperpanjang” maka petugas memberikan selip perpanjangan titipan (Form-11T). setelah diisi penitip dipersilahkan membayar sewa di loket kasir.
3.        Kasir     (3)   


(4)   

    Menerima selip perpanjangan titipan (Form-11T) dan SBP dari penitip.
Menulis tanggal jatuh tempo perpanjangan dan jumlah sewa pada halaman belakang  SBP. Tanggal jatuh tempo yang baru
       

    diyakinkan pada penitip, kemudian diberi paraf dan cap kasir.
        (5)        Setelah penitip membayar sewa perpanjangan titipan, SBP diserahkan kembali kepada penitip dan selip perpanjangan titipan (Form-11T) diserahkan kepada kacab atau petugas yang ditunjuk.
4.        Penitip     (6)        Menerima SBP dan meninggalkan loket.
       
Dalam jasa titipan dikenakan biaya yang telah ditentukan oleh Perum Pegadaian dan kemudian ditunjukan kepada naasabah yang melakukan jasa titipan, adapun biaya tersebut ditentukan yaitu :









Tabel. 1
Tarif Jasa Penitipan


Kode Barang    Jenis Barang    Lama Penitipan
        2 Mg
( Rp)    1 Bln
( Rp)    3 Bln
(Rp)    6 Bln
(Rp)    12 Bln
Rp)
K – 1


K – 2



G-1




G-2




G-3    Dokumen dan Surat berharga

Perhiasan dan Barang Kecil
Barang Gudang Ukuran Besar

Barang Gudang Ukuran Sedang

Gudang Kecil    10.000


10.000
5000


45.000




22.500




5000    20.000


20.000
10.000


90.000




45.000




10.000    60.000


60.000
30.000


270.000




135.000




30.000    120.000


120.000
60.000


540.000




270.000




60.000    240.000


240.000
120.000


1080.000




540.000




120.000


          Sumber : Kantor Cabang Perum Pegadaian Gunungsari

Dalam pelayanan  jasa titipan yang diselenggarakan oleh perum pegadaian gunungsari  terjadi hubungan hukum yang dalam konteks  perjanjian jasa titipan ,  maka perjanjian ini merupakan perjanjian nominat /bevoendeoverreenkomst.
Perjajnian nominat adalah perjanjian bernama atau benoemde dalam bahasa belanda. Perjanjian nominat merupakan perjanjian yang dikenal dan terdapat dalam KUH Perdata seperti jual-beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, pinjam-pakai, dan sebagainya. Pasal ini berlaku juga untuk perjanjian Inominat. Pasal 1319 KUH Perdata yang berbunyi “semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus, maupun tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum .

2.    Saat terjadinya penitipan barang
Melihat dari ketentuan yang ada bahwa perjanjian dalam jasa penitipan barang merupakan p erjanjian yang “ Rill” yang berarti bahwa ia baru terjadi dengan dilakukannya suatu perbuatan yang nyata yaitu diserahkannya barang yang dititipkan.
3.    Subyek  dan Obyek Penitipan Barang
Pada dasarnya ada dua pihak yang terlibat dalam penitipan barang yaitu Bewaargever dan Bewaarnemer. Bewaargever adalah orang yang menyerahkan barang  untuk disimpan , sedangkan Bewaarnemer adalah orang yang menerima barang  untuk di simpan.
 Dalam usaha  jasa titipan yang dilakukan oleh perum pegadaian dengan objek dalam jasa penitipan barang adalah barang bergerak maupun tidak bergerak seperti Dokumen penting dan Perhiasan.
Dalam penitipan barang  sudah tentu akan menimbulkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak, dimana kewajiban perum pegadaian  untuk menyimpan dan menjaga barang titipan nasabah demikian pula sebaliknya kewajiban nasabah untuk membayarkan upah jasa titipan.

4.    Hak dan kewajiban
Hak si penyimpan barang
a.    Penggantian biaya untuk mempertahankan barang.
b.    Penggantian kerugian yang diderita dalam penyimpanan barang, dan
c.    Menahan barang sebelum penggantian biaya dan kerugian diterima dari penitip.
Kewajiban bagi yang menyimpan barang
a.    Memelihara barang dengan sebaik-baiknya.
b.    Mengembalikan bbarang tersebut pada penitipnya, dan
c.    Pemeliharaan harus dilakukan dilakukan secara hati-hati.
Hak penitip adalah menerima barang yang telah ditipkan secara utuh sebagaimana seperti semula
Kewajiban penitip
a.    Memberikan upah kepada penyimpan barang, dan
b.    Memberikan penggantian biaya dan rugi kepada penyimpan. 

B.    Sebab Para Pihak Melakukan Wanprestasi
    Dalam pelayanan jasa titipan ini, setiap para pihak  bisa saja melakukan wanprestasi karena sama-sama tidak memenuhi prestasi  yang telah disepakati dalam perjanjian sebelumnya. Pihak yang melakukan wanprestasi tidak hannya nasabah  melainkan juga dari pihak si penyimpan barang  itu sendiri yang lalai dalam pengambilan barang yang dititipkan. Nasabah dikatakan wanprestasi bilamana ia tidak menepati isi Belangko Surat Penitipan (BSP), dalam hal jangka waktu pengambilan barang titipan sesuai dengan jatuh tempo waktu pengambilan dan biaya yang harus dikeluarkan. Dalam hal ini sebelumnya perum pegadaian memberikan somasi kepada nasabah.
    “Wanprestasi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan somasi. Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dan debitur.  Sedangkan somasi adalah teguran dari si berpiutang (kreditur) kepada si berutang (debitur) agar dapat memenuhi prestasi sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati antara keduanya”.
1.    Bentuk wanprestasi yang dilakukan oleh debitur yaitu :
1)    Tidak melakukan apa yang disanggupi untuk dilaksanakan.
2)    Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana yang telah dijanjikan.
3)    Melakukan apa yang dijanjikan tetapi tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
4)    Melakukan suatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.



Akibat hukumnya  :
a.    Perikatan tetap ada
Kreditur masih dapat menuntut kepada debitur pelaksanaan prestasi, apabila ia terlambat memenuhi prestasi. Disamping itu, kreditur berhak menuntut ganti rugi akibat keterlambatan melaksanakan prestasinya. Hal ini disebabkan kreditur akan mendapat keuntungan apabila debitur akan melaksanakan prestasi tetap pada waktunya.
b.    Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal 1243 KUH Perdata).
c.    Beban resiko beralih untuk kerugian debitur,  jika halangan itu timbul setelah debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesengajaan atau kesalahan besar dari pihak kreditur. Oleh karena itu, debitur tidak dibenarkan untuk berpegang pada keadaan memaksa.
d.    Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat membebaskan diri dari kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan menggunakan pasal 1266 KUH Perdata.
     Karena melihat dari ketentuan yang ada bahwa perjanjian dalam jasa titipan merupakan satu perjanjian riil yang berarti bahwa perjanjian itu terjadi dengan dilakukannya suatu  perbuatan nyata, yaitu diserahkannya barang yang dititipkan. Kemungkinan timbulnya suatu resiko atau kesalahan-kesalahan bagi yang menitipkan barang yang mungkin akan timbul suatu peristiwa atau kejadian yang membuat rugi penitip barang. Maka titipan barangnya akan dialihlan pada ahli warisnya yang ditunjuk pihak perum pegadaian yang benar-benar keluarganya seperti : anak, istri, suami dari pihak penitip barang.
Jika tidak diindahkan maka perum pegadaian berhak  :
1.    Menjual barang titipan dimuka umum untuk barang titipan yang bukan berupa surat berharga dan perkiraan nilai jualnya 10 kali atau lebih biaya notaris.
2.    Apabila perkiraan nilai jualnya 10 kali atau biaya notaris maka akan dijual dihadapan notaris.
3.    Barang titipan berupa surat-surat berharga, akan diserahkan kepada yang berwenang.
Hasil penjualan akan diperhitungkan dengan biaya titipan 1 tahun ditambah biaya notaris dan biaya lain, jika ada kelebihan akan diserahkan kepada penitip atau ahli warisnya. Selanjutnya Perum Pegadaian tidak bertanggung jawab lagi atas barang tersebut dan perjanjian penitipan barang antara pihak pegadaian dengan penitip juga berakhir sampai saat itu.
Sedangkan kemungkinan untuk nasabah wanprestasi dalam hal pembayaran jasa titipan menurut keterangan petugas perum pegadaian tidak dapat terjadi karena untuk pembayaran jasa titipan ini penerimaan uangnya dilakukan pada saat barang tersebut dimohonkan untuk di titip.
Bagi pihak perum pegadaian dikatakan wanprestasi yaitu saat barang yang dititipkan tidak sesuai keadaannya seperti saat dititipkan yaitu bilamana barang tersebut cacat atau rusak akibat kelalaian ataupun sebab lain yang tidak diduga sebelumnya misalnya karena kebakaran, bencana alam, kecurian dan lain sebagainya selama barang tersebut dititipkan pada perum pegadaian maka perum pegadaian akan mengganti sebesar 1 x perkiraan harga barang tersebut, jika barang tersebut rusak, penggantian sebesar 1 x dari bagian yang rusak. Untuk surat berharga atau dokumen-dokumen penggantian ditetapkan sebesar biaya resmi pembuatan duplikat atau salinannya.
Karena itu perum pegadain memungut biaya asuransi yang disatukan dengan biaya jasa penitipan, dalam hal penggantian barang titipan nasabah ini Perum Pegadaian bekerja sama dengan PT. jasa Asuransi Indonesia (Jasindo), dimana uang preminya dibebankan kepada nasabah. Besarnya tarif biaya asuransi ini berbeda antara barang jaminan jenis gudang dan barang jaminan jenis kantong, Untuk tarif asuransi barang titipan jenis gudang lebih besar daripada barang titipan jenis kantong. Hal ini disebabkan karena barang jaminan gudang membutuhkan banyak tempat dan perawatan.
Barang titipan jenis gudang terdiri dari :
1.    Sarung keris
2.    Cawan
3.    Piala
4.    Perhiasan kepala
5.    Barang elektronik seperti :
a.    Radio
b.    Televise
c.    VCD
d.    Dan lain-lain
6.    Mesin jahit
7.    Kamera
8.    Komputer
9.    Sepeda
Sedangkan barang titipan jenis kantong terdiri dari  :
1.    Emas
2.    Perak
3.    Platina
4.    Berlian
5.    Mutiara
Apabila terjadi musibah kebakaran, bencana alam atau kecurian, maka kepala cabang perum pegadaian langsung menghubungi atau melaporkan kepada PT. Asuransi Jasindo terdekat guna disurvei oleh pihak Jasindo, sedangkan ganti kerugian barang titipan dapat dibayarkan kepada nasabah setelah ada kleim dari nasabah atas barang titipannya dengan membawa bukti barang titipan yang dimaksud dalam perjanjian telah dititipkan pada perum pegadaian .





Tabel. 2
Data Nasabah Jasa Titipan Perum Pegadaian Cabang Gunungsari
Tahun 2011/2012


Kode Barang    Jenis Barang    Jumlah    Tanggal Penitipan    Tanggal Pengambilan     Tarif
K-1    Dokumen dan Surat berharga    2    10-02-20011    10-06-20011    160.000
K-2    Perhiasan    7    07-09-2011    07-03-2012    840.000
      Sumber : Kantor Cabang Perum Pegadaian Gunungsari.

2.    Penyelesaian Jika Terjadi Wanprestasi
Ada beberapa upaya atau cara yang bisa di tempuh oleh para pihak apabila diantara mereka terdapat perselisihan yang disebabkan salah satu pihak melakukan wanprestasi atau lalai dan dapat ditempuh dengan  dua (2) cara yaitu, litigasi dan nonlitigasi.
1.    Litigasi
Litigasi adalah jalur pengadilan. Namun paenyelesaian sengketa secara litigasi tidak diminati oleh para pihak yang melakukan sengketa karena berbagai alasan yaitu:
a.    Penyelesaian melalui pengadilan sangat lambat.
b.    Biaya perkara yang dikeluarkan mahal dan hasilnya kurang memuaskan.
c.    Pengaadilan pada umumnya tidak responsive.
d.    Putusan pengadilan umumnya tidak menyelesaikan masalah karena masih bisa di ajukan kasasi.
e.    Kemampuan para hakim yang bersifat generalis.
Hal ini disebabkan karena hasilnya yang kurang memuaskan, dan biaya  yang dikeluarkan cukup tinggi serta memakan waktu yang cukup lama sehingga dikatakan kurang efektif.
2.    Nonlitigasi
    Penyelesaian secara nonlitigasi  merupakan penyelesaian sengketa yang diakibatkan oleh salah satu pihak yang melakukan wanprestasi melalui jalur luar pengadilan. Penyelesaian nonlitigasi atau penyelesaian alternatif ( alternative Dispute Resolutionn) atau ADR sering dikatakan sebagai alternative atau litigation dan alternativeto Adjudication. Pemilihan perhadap salah satu dari dua pengertian tersebut menimbulkan implikasi yang berbeda. Apabila pengertian yang pertama menjadi acuan (alternative atau litigation) seluruh mekanisme penyelesaian diluar pengadilan termasuk Arbitrase merupakan bagian dari ADR sebagai alternative adjudication berarti mekenisme penyelesaiannya yang bersifat consensus atau koorporatif seperti halnya negosiasi, mediasi,ataupun konsolidasi.
Penyelesaian non litigasi adalah jalur penyelesaian kasus diluar pengadilan dengan cara:
1.    Konsultasi
Cara penyelesaian melalui konsultasi adalah tindakan yang bersifat personil antara satu pihak yang disebut sebagai klien dengan pihak lain yang disebut konsultan, konsultan yang bertugas memberikan pendapatnya untuk memenuhi kebutuhan klien. Dalam hal ini klien tidak terkait atau berkewajiban untuk memenuhi pendapat pihak konsultan karena bebas menentukan sendiri putusan yang akan diambil untuk kepentingannya sendiri walaupun tidak tertutup kemungkinan untuk menggunakan pendapat yang disampaikan oleh konsultan.
2.    Negosiasi
Cara penyelesaian melalui negosiasi adalah salah satu cara atau sebuah proses yang dilakukan oleh ke-2 belah pihak dengan kepentingan yang berbeda untuk mencapai suatu kesepakatan yang ingin disetujui bersama-sama. Peroses ini harus dilakukan dengan bentuk pertemuan dan melakukan pembicaraan antara para pihak untuk mencari suatu kesepakatan.
3.    Mediasi
Cara penyelesaian melalui mediasi adalah peroses kegiatan lanjutan dari negosiasi yang dilakukan oleh para pihak. Mediasi merupakan proses penyelesaian sengketa diluar pengadilan dengan bantuan pihak ke-3 sebagai mediator untuk memberikan solusi.
4.    Konsiliasi
Cara penyelesaian melalui konsiliasi adalah penyesuaian dan penyelesaian sebuah sengketa secara kekeluargaan sebelum sengketa diselesaikan melalui jalur pengadilan. Tahap ini dilakukan sebelum persidangan, pada dasarnya cara ini adalah cara yang ditempuh oleh para pihak untuk menolak penyelesaian sengketa litigasi.
5.    Arbitrase
Cara penyelesaian sengketa melalui arbitrase adalah salah satu bentuk adjudikasi privat dengan melibatkan pihak ke-3 (arbiter) yang diberi kewenangan penuh oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa sehingga berwenang mengmbil keputusan yang bersifat mengikat.
Sejauh ini pihak perum pegadaian cabang gunungsari belum pernah yang namanya mengalami konflik yang berkepanjangan sehingga penyelesainnya dilakukan kepengadilan dengan pihak nasabah atas pelayanan jasa titipan yang berlangsung hingga saat ini,  karena sejauh ini masalah yang timbul dari kegiatan pelayanan jasa titipan adalah dari pihak nasabah yang lalai karena tidak menepati isi dari Blangko Surat Penitipan, dalam hal jangka waktu pengambilan barang titipan sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan.
Dalam hal ini jika terjadi suatu sengketa antara nasabah dengan pihak jasa titipan,  maka  dari pihak  perum  jasa  titipan terlebih dahulu memberikan teguran baik  secara langsung maupun berupa surat   kepada nasabah yang melakukan wanprestasi agar dapat memenuhi prestasi sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati.  Jika pihak nasabah tidak mengindahkannya maka pihak Jasa Titipan mengambil langkah alternatif yakni penyelesaian  secara damai melalui negosiasi dan selanjutnya menggunakan pihak ke-3 atau mediasi.
 Perum Pegadain Cabang Gunungsari dalam menyelesaikan perkara khususnya yang menyangkut nasabah yang melakukan wanprestasi adalah melalui luar  pengadilan yakni menggunakan tahap Negosiasi dan Mediasi terlebih dahulu dimana tahap ini adalah merupakan tahap perdamaian untuk mencari kata sepakat, dimana para pihak harus menjelaskan duduk perkara dan permasalahan yang timbul antara nasabah dengan pihak jasa titipan untuk menyelesaikan persoalan secara damai.  Alhamdulillah sampai saat ini perkara yang dihadapi oleh perum pegadaian tidak  pernah berlanjut sampai kepengadilan karena sifatnya yang terbuka dan menghasilkan putusan yang tepat dan adil bagi ke-2 belah pihak dan  tidak berat sebelah karena putusan yang diambil selalu disepakati bersama dalam tahap ini yakni tahap negosiasi maupun mediasi.

BAB V
PENUTUP
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis baik di lapangan maupun secara kepustakaan dideskripsikan dalam penulisan laporan hasil penelitian yang terdiri dari beberapa bab yang selanjutnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
A.    Kesimpulan
Jasa Penitipan adalah suatu bentuk layanan penyimpanan barang sebagai titipan sementara dicabang perum pegadaian.
1.     Prosedur pelayanan jasa titipan
Berdasarkan hasil penelitian, maka diketahui bahwa ada 3 tahap prosedur dalam jasa penitipan barang pada Perum Pegadaian Cabang Gunungsari dengan prosedur sebagai berikut :
a.    Proses pelayanan penitipan barang
Nasabah  melakukan langkah-langkah sebagai berikut;
1)    Mengisi identitas atau menyerahkan foto copy KTP.
2)    Mengisi belangko Surat Penitipan Barang (SPB).
3)    Menyerahkan barang yang mau dititipkan untuk diperiksa, apakah sedang cacat atau tidak.
4)    Barang yang dititipkan selanjutnya dibungkus  dihadapan pemohon, kemudian diberi tanda segel pada pembungkus dengan diberi perekat yang kuat.
5)    Dibayarnya terlebih dahulu uang sewa atas barang yang dititipkan  yang tercantum dalam SBP sampai batas waktu yang telah disepakati.
b.    Prosedur pengambilan barang titipan
Pengambilan barang titipan ada 2 bagian :
1)    Pengambilan seluruhnya
Nasabah yang ingin mengambil barang titipannya secara keseluruhan dengan cara :
(a)    Menyerahkan lembar SBP (asli) dan KTP kepada petugas pelayanan titipan yang ditunjuk.
(b)    Nasabah mengambil barang yang dititipkan secara keseluruhan dengan tidak memperpanjang atau mengambil sebagian.
(c)    Menandatangani kitir bukti pengambilan barang secara keseluruhan.
2)    Pengambilan sebagian
(a)    Menyerahkan lembaran SBP (asli) dan foto copy KTP.
(b)    Nasabah memberitahukan kepada petugas kalau barang yang dititipkan mau diambil sebagian dan kemudian petugas menerbitkan bukti pengambilan barang sebagian (Form-26T) dan selanjutnya diisi oleh penitip. SBP dikembalikan pada penitip.
(c)    Nasabah dipersilahkan mengambil barang titipannya sebagian  yang dikehendaki sesuai SBP yang telah disesuaikan dan diserahkan kepada penitip, sedangkan bukti pengambilan barang sebagian (Form-26T) disimpan sebagai arsip cabang.
3)    Prosedur perpanjangan masa titipan
(a)    Menyerahkan lembar SBP (asli) dan foto copy KTP
(b)    Nasabah yang ingin memperpanjang masa titipan maka harus mengisi slip perpanjangan titipan (Form-11T).
(c)    Nasabah membayar sewa perpanjangan masa titipan.
(d)    Setelah penitip membayar sewa perpanjangan masa titipan. SBP diserahkan kembali kepada penitip  dan slip perpanjangan titipan (Form-11T) diserahkkan kepada petugas.
2.    Sebab Para Pihak Melakukan Wanprestasi
    Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai dalam melaksanakan kewajibannya sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara pihak kreditur dan debitur. Dalam pengertian diatas sebab para pihak melakukan wanprestasi yaitu lalai.
Dalam hal ini ada beberapa alasan para pihak melakukan wanprestasi :
a.    Nasabah yang dikatakan wanprestasi oleh perum pegadaian dalam hal jasa titipan adalah bilamana nasabah tidak menepati isi belangko surat penitipan (SBP) dalam hal jangka waktu pengambilan barang titipan sesuai dengan jatuh tempo waktu pengambilan barang titipan dan bunga yang harus dikeluarkan. Sedangkan kemungkinan nasabah untuk melakukan wanprestasi dalam hal pembayaran jasa titipan menurut keterangan petugas Perum Pegadaian Cabang Gunungsari tidak dapat terjadi karena untuk pembayaran jasa titipan ini penerimaan uangnya dilakukan pada saat barang tersebut dimohonkan untuk dititip.
b.    Bagi pihak perum pegadaian dikatakan wanprestasi yaitu pada saat barang yang dititipkan tidak sesuai keadaannya seperti pada saat dititipkan yaitu bilamana barang tersebut cacat atau rusak akibat kelalaian petugas ataupun oleh sebab lain yang tidak diduga sebelumnya, misalnya karena kebakaran, bencana alam, kecurian dan lain sebagainya.
1.    Penyelesaiannya
Perum Pegadain Cabang Gunungsari dalam menyelesaikan perkara khususnya yang menyangkut nasabah yang melakukan wanprestasi adalah melalui  jalur  luar  pengadilan yang merupakan tahap  perdamaian, dimana para pihak harus menjelaskan dan memusyawarahkan tentang  duduk perkara yang timbul antara nasabah dengan pihak jasa titipan untuk menyelesaikannya secara bersama-sama yang bertujuan untuk mencapai kata sepakat didalamnya.  Alhamdulillah sampai saat ini perkara yang dihadapi oleh perum pegadaian  tidak  pernah berlanjut sampai kepengadilan karaena sifatnya  yang terbuka , prosesnya yang cepat  dan menghasilkan putusan yang  final dan tidak bisa diganggugugat.  Adil bagi ke-2 belah pihak  dan  tidak berat sebelah karena  putusan yang di ambil berdasarkan kesepakatan bersama.

B.    Saran-Saran
    Dari hasil pengamatan penulis selama melakukan penelitian untuk penulisan laporan hasil penelitian ini maka saran-saran yang dapat dikemukakan adalah :
1.    Perum pegadaian cabang gunungsari  sebaiknya memperbaiki kualitas gudang dan menambah kapasitas gudang sehingga dapat menampung barang titipan nasabah.
2.    Barang-barang yang dititipkan pada perum pegadaian dikenakan biaya asuransi maka penulis berharap agar perum pegadaian menjaga dan memelihara barang titipan dengan baik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar